TARAWIH
Oleh Abu Hamzah ibnu Qamari as-Sanuwi
Variasi Bilangan Shalat Tarawih Dalam Sejarah
Saya pernah menulis satu makalah yang berjudul Shalat Tarawih Nabi
Sholallohu `alaihi wa sallam dan Salafus Shaleh, yang dimuat di Majalah
as-Sunnah Edisi 07/Tahun VII/1424H/2003M, halaman 26-32. Pokok bahasan
dari makalah tersebut adalah menjelaskan sejarah shalat tarawih dan tata
cara shalat tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah Sholallohu `alaihi
wa sallam dan yang dilakukan oleh para sahabat dan para tabi'in, baik
dari sisi jumlah rakaat, lamanya shalat dan komentar para ulama
tentangnya.
Inti dari komentar dan sikap para ulama adalah sebagai berikut:
"Jumhur (mayoritas) ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metoda al-Jam'; yaitu menerima, menggabungkan dan mengkompromikan seluruh riwayat yang shahih. Sedangkan sebagaian ulama mendekatinya dengan metoda tarjih; yaitu menerima riwayat yang dianggap paling unggul dan meninggalkan riwayat yang dinilai terungguli.
"Jumhur (mayoritas) ulama mendekati riwayat-riwayat di atas dengan metoda al-Jam'; yaitu menerima, menggabungkan dan mengkompromikan seluruh riwayat yang shahih. Sedangkan sebagaian ulama mendekatinya dengan metoda tarjih; yaitu menerima riwayat yang dianggap paling unggul dan meninggalkan riwayat yang dinilai terungguli.
Dasar pertimbangan jumhur adalah:
- riwayat 20 (21, 23) rakaat adalah shahih;
- Riwayat 8 (11,13) rakaat adalah shahih;
- Fakta sejarah menurut penuturan beberapa tabi'in dan ulama salaf menunjukkan beragamnya jumlah rakaat tarawih;
- Menggabungkan antara riwayat-riwayat tersebut adalah mungkin, maka tidak perlu memakai tarjih.
Ini artinya masalahnya adalah kondisional."
Bilangan Shalat Tarawih Yang Paling Afdhal Menurut Ulama Ahlus Sunnah
Pembaca yang mulia, kini akan kita kupas tuntas mengenai bilangan
shalat tarawih yang paling afdhal. Sudah kita maklumi bahwa para ulama
salaf membolehkan shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang beragam,
misalnya 11, 13, 17, 19, 21, 23, 25, 29, 35, 39, 41, dan 49. Ini tidak
berarti bahwa kedudukannya sama saja dari segi keutamaan. Oleh karena
itu para ulama salaf berselisih tentang jumlah bilangan rakaat yang
paling utama menjadi 2 kelompok besar dan 1 kelompok kecil:
Pertama: Yang paling utama adalah 20 rakaat,ditambah
dengan 1 rakaat atau 3 rakaat witir sesudahnya. Ini pendapat
ats-Tsauri, Ibnul Mubarak, al-Hanafiyyah (pengikut imam Abu Hanifah),
dan al-Malikiyyah dalam pendapat mereka yang diandalkan,
asy-Syafi'iyyah, al-Hanabilah (pengikut Imam Ahmad), Daud az-Zhahiri dan
yang dipilih oleh Syekh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Dasarnya adalah
praktek para sahabat di masa khulafaur Rasyidin, yang terus berlanjut
hingga hari ini. (Lihat: Majmu' Fatawa Ibn Taimiah, 23/112-113; Syarhus
Sunnah, 4/123; Fathul Qadir, 1/466-468; al-Majmu', 4/13, 32; Muallafat Syekh Munammad ibn Abdul Wahhab; dll)
Kedua: Yang paling utama adalah 11 rakaat ( 8 rakaat
ditambah 3 witir). Ini madzhab al-Bukhari, dan dari kalangan
Syafi'iyah: Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hajar, as-Suyuthi dan al-Haitami, dan
dipilih oleh al-Mubarakfuri, Abdul Aziz Ibn Baz, Muhammad Ibn Shalih
al-Utsaimin, Muhammad Nashiruddin al-Albani dan lain-lain. Dasarnya
adalah shalat Rasulullah Sholallohu `alaihi wa sallam . (Lihat:Syarh
Ma'anil Atsar, 1/336; Fathul Bari, 4/254; 3/12; al-Mashabih fi Shalatit
Tarawih, 35-36; Tuhfatul Ahwadzi, 3/523; Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah,
11/323; Syarhul Mumti', 4/68 dll)
Ketiga: Yang paling utama adalah 36 rakaat atau
lebih. Pengikut madzhab ini berselisih: Malikiyyah dalam satu pendapat
memilih 39 rakaat dengan witirnya. Ishaq ibn Rahawaih—rival Ahmad ibn
Hanbal, hafizh mujtahid, tsiqah, wafat 238 H– memilih 41 rakaat, sedang
al-Aswad ibn Yazid—seorang tabi'in yang wafat tahun 74 atau 75 H–
memilih 49 rakaat. Dasar 36 rakaat adalah praktek shalat tarawih di
Madinah pada zaman Umar ibn Abdul Aziz dan Aban Ibn Usman—seorang
tabi'in, tsiqh, wafat tahun 105 H–. Al-Baji mengatakan: "Inilah amalan
para imam dan yang disepakati oleh pendapat jamaah, maka ia lebih utama
karena meringankan. (Lihat: al-Istidzkar, 5/157; Mushannaf Ibn Abi
Syaibah, 2/393; Fathul Bari, 4/253; al-Mudawwanah al-Kubra, 1/222; dll)
Bilangan Yang Paling Utama Pada Zaman Ini
Sudah menjadi maklum bahwa inti dan tujuan disyariatkannya shalat adalah untuk berdzikir mengingat Allah. Allah berfiman:
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku."
(QS. Thaha: 14)
Dan shalat yang terbaik secara zhahir adalah yang paling panjang
bacaannya, paling lama berdirinya. Rasulullah Sholallohu `alaihi wa
sallam bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ طُوْلُ اْلُقنُوْتِ
"Sebaik-baik shalat adalah yang panjang berdirinya." (HR Muslim dari Jabir Rohimahulloh , 756)
Dalam riwayat Abdullah ibn Khunais al-Khas'ami:
أفضل الصلاة طول القيام
"Sebaik-baik shalat adalah yang panjang berdirinya." (HR. al-Muntaqa
syarah Muwaththa' 1/209: Mukhtshar Qiyam al-Lail wa Qiyam Ramadhan, 55).
Dengan demikian, yang terpenting dalam shalat tarawih dan lainnya
adalah menjaga kesempurnaannya, kekhisyu'an, perenungan dan doa di
dalamnya. Jika lama waktu mengerjakannya antara 11 rakaat dan 23 rakaat
adalah sama, maka 11 rakaat lebih baik. Pokoknya bilangan mana saja yang
yang waktu pelaksanaannya lebih lama dari yang lain, tanpa adanya
keberatan dari jamaah maka itu yang lebih utama bagi jamaah. Akan tetapi
karena kondisi umat islam
telah berubah pada jaman ini, dimana rasa malas beribadah menyerang
mereka, kesibukan dan aktivitas duniawi semakin bertambah, diantara
mereka ada para buruh dan paqra pegawai rumah sakit dan
perusahaan-perusahaaan yang yang bekerja di malam hari atau di pagi yang
buta, juga para mahasiswa dan para dosen yang aktif dalam kegiatan
belajar-mengajar atau ujian , maka hal itu tidak lagi memungkinkan bagi
mereka untuk melakukan shalat tarawih seperti Rasulullah Sholallohu
`alaihi wa sallam dan para sahabatnya, apakah itu dengan 11 rakaat
aalagi dengan 23 rakaat.
Oleh karena itulah ,apakah yang paling utama pada jaman ini
mengerjakan tarawih dengan 11 rakaat, dengan lama waktu yang lebih
ringan dari tarawih Rasul Sholallohu `alaihi wa sallam dan para
sahabatnya, ataukah dengan 23 rakaat yang juga diperingan?
Menurut DR. Abdur Rahim ibn Ibrahim al-Hasyim bahwa yang nampak jelas
adalah: menegakkan tarawih dengan 11 rakaat ringan dengan menjaga
kesempurnaannya dan kekhusy'annya lebih baik daripada 23 rakaat yang
dilakukan dengan mutu yang sama. Karena mengerjakan 23 rakaat ringan
dengan menjaga kesempurnaan dan menikmatinya adalah jarang dan langka,
disamping memberatkan banyak imam dan banyak jamaah . Ibnu Mas'ud
Rohimahulloh meriwayatkan bahwa seseorang berkata : Demi Allah , wahai
Rasul Allah, sesungguhnya saya sengaja tidak menghadiri jamah subuh
karena imamnya memperpanjang shalat." Maka saya tidak pernah melihat
rasulullah Sholallohu `alaihi wa sallam dalam satu mau'izhah yang lebih
murka daripadanya. Kemudian beliau bersabda:
إِنَّ مِنْكُمْ مُنَفِّرِيْنَ فَأَيُّكُمْ صَلَّى بِالنَّاسِ
فَلْيَتَجَوَّزْ فَإِنَّ فِيْهِمُ الضَّعِيْفَ وَالْكَبِيْرَ وَذَا
الْحَاجَةِ
"Sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat lari jamaah. Maka
siapa diantara kalian yang menjadi imam hendaklah mempercepat shalatnya,
karena di tengah mereka ada yang lemah, lanjut usia, dan orang yang
memiliki keperluan." (HR. Bukhari, 702)
Dari Abu Hurairah Rohimahulloh , Rasulullah Sholallohu `alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ لِلَّناسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّهُ
مِنْهُمْ الضَّعِيْفُ وَالسَّقِيْمُ وَالْكَبِيْرُ وَإِذَا صَلَّى
أَحَدُكُمْ لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ
"Apabila salah seorang kamu memimpin shalat maka ringankanlah, karena
ditengah mereka ada yang lemah, sakit, dan lanjut usia. Dan apanila
shalat untuk dirinya maka panjangkanlah sesukanya." (HR.Bukhari, 703)
Abu Daud berkata: "Pernah imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang
membaca al-Qur'an khatam dua kali di bulan Ramadhan ketika dia menjadi
imam. Maka beliau menjawab: "Ini menurut saya sesuai dengan kadar
semangat jamaah, karena di tengah-tengah mereka ada para pekerja."
(Mukhtashar Qiyamullail Wa Qiyam Ramadhan, 97)
Dalam kenyataan di masyarakat kita saksikan bahwa orang yang shalat
tarawih 23 rakaat namak merasa keberatan, oleh karena itulah setelah
berjalan seminggu jumlah jamaah turun drastic, atau gerakan shalat
semakin dipercepat agar cepat selesai. Tidak bisa dipungkiri bahwa
jumlah orang yang ingin agar shalat cepat selesai adalah sangat banyak,
oleh karena itu baik imam maupun makmum seakan-akan telah sepakat untuk
mempercepat gerakan shalat tarawih sampai mirip gerakan senam. Mereka
tidak peduli lagi dengan rukun-rukun dan sunnah shalat, yang penting
cepat selesai. Bahkan untuk menarik minat jama'ah beberapa masjid atau
mushalla berlomba adu kecepatan dalam merampungkan shalat, siapa yang
tercepat itulah yang diminati oleh jama'ah. Dengan demikian fungsi
shalat yang untuk mengingat Allah itu akhirnya berubah menjadi tradisi
ritual yang tidak bermakna. Hal ini berbeda jikalau dilaksanakan
sebanyak 11 rakaat, yang nampak lebih menikmati shalat dan bermakna.
Akan tetapi Jika 23 rakaat dilakukan dengan penuh kekhusyu'an
berdasarkan ridha semua jamaah, dalam waktu yang lebih lama dari yang 11
rakaat, maka pada kondisi seperti ini tarawih 23 rakaat lebih utama.
Inilah yang menjadi motivasi para sahabat Nabi Sholallohu `alaihi wa
sallam saat melakukan tarawih 20 rakaat, karena ketidak mampuan mereka
untuk melakukan 11 rakaat panjang-panjang.
Imam Syafi'I berkata: "Dalam masalah ini tidak ada kesempitan, tidak
ada batasan akhir, karena ia adalah nafilah (tambahan dari shalat
wajib). Jika mereka memperpanjang bacaan dan menyedikitkan jumlah sujud
maka baik dan lebih saya sukai. Jika mereka memperbanyak rukuk dan sujud
maka juga baik." (Mukhtashar Qiyamullail wa Qiyam Ramadhan, 96)
Oleh karena itu, kami menghimbau agar para imam dan para jamaah
saling tolong menolong dan bertakwa kepada Allah dalam shalat tarawih
mereka. Hendaklah melakukannya dengan penuh keimanan dan keinginan kuat
untuk mendapatkan ridha Allah, memperhatikan rukun, syarat, dan sunnah
shalat, menikmati bacaan-bacaan shalat demi mewujudkan firman Allah: "
Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku" Dan untuk melaksanakan sabda
Nabi Sholallohu `alaihi wa sallam :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa melakukan shalat tarawih karena iman dan mencari pahala
Allah, maka diampuni apa yang telah lalu dari dosa-dosanya. (HR.
Bukhari, 37, 1904, 1905; Muslim, 759)
Semoga kita dapat menikmati Ramadhan ini dan mendapatkan semua kebaikannya. Amin.
(Sumber: Agus Hasan Bashori,
Shalat Tarawih Nabi Sholallohu `alaihi wa sallam dan Salafus Shaleh,
Majalah as-Sunnah Edisi 07/Tahun VII/1424H/2003M, halaman 26-32; DR.
Abdur Rahim ibn Ibrahim as-Sayyid al-Hasyim, Hukm at-Tarawih waz-Ziyadah
Fiha 'Ala Ihda "Asyrata Rak'ah, Dar ibnul Jauzi, cet. I, 1426) Malang,
25-8-2006.
Sumber: Majalah Qiblati edisi 1 Tahun II
0 komentar:
Posting Komentar