SYUBHAT 3
Oleh: Mamduh Farhan al-Buhairi
Syubhat: Mengapa kaum muslimin menyembah batu hitam
(hajar aswad), dan ini jelas dari perbuatan mereka yang selalu
menciuminya dan sujud ke arahnya.
Jawab: Sesungguhnya pertanyaan Anda tersebut adalah
bukti nyata bagi penipuan dan pembodohan yang dilakukan oleh sebagian
pendeta, karena kaum muslimin tidak sujud kepada hajar aswad, dan tidak
pula menyembahnya. Jadi, darimana para pendeta yang menyimpang itu
mendapatkan pemahaman yang salah ini? Jawabannya tidak lepas dari dua
kemungkinan; bisa jadi mereka itu adalah orang-orang yang bodoh terhadap
agama Islam, kemudian mereka tularkan
kebodohan mereka kepada Anda; atau bisa jadi mereka sengaja berdusta dan
menipu demi menolong kebatilah mereka agar Anda tetap berada di atas
agama mereka, meskipun dengan cara dusta.
Sesungguhnya hajar aswad adalah dari bebatuan sorga. Saat Allah
Subhanahu wa Ta’ala memerintah Ibrahim ‘Alaihi Sallam untuk membangun
Ka’bah, maka dia pun bergegas untuk meninggikan pondasi bangunan Ka’bah.
Kemudian Ibrahim ‘Alaihi Sallam meminta putranya, Isma’il ‘Alaihi
Sallam mencarikan sebuah batu yang nantinya akan menjadi tanda awal
thawaf. Maka saat Isma’il mulai mencari, dia tidak menemukan. Lalu dia
kembali kepada ayahandanya tanpa membawa batu. Maka Allah Subhanahu wa
Ta’ala turunkan bersama Jibril ‘Alaihi Sallam sebuah batu dari sorga
yang sekarang berada pada tempatnya hingga hari ini.
Hajar aswad terdapat di rukun (pojok Ka’bah) sebelah selatan timur di
bagian luar Ka’bah. Keberadaannya sebagai tanda dimulai dan berakhirnya
sebuat putaran thawaf, dan dengannyalah putaran thawaf menjadi
sempurna.
Kaum muslimin saat mencium hajar aswad, mereka melakukannya hanya
karena mengikuti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah
memerintahkan kita untuk mencontoh manasik hajinya, bukan karena
menyembah hajar aswad, dan tidak pula sujud kepadanya, sebagaimana Anda
klaim. Kaum muslimin tidak menjadikan satu perantara pun antara mereka
dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan mereka tidak beranggapan bahwa ada
sesuatu yang memiliki kekuasaan untuk mendatangkan madharat (bahaya)
dan manfaat selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka menafikan (menolak)
adanya kekuasaan makhluk apa pun, sebagaimana mereka beranggapan bahwa
hubungan ibadah antara makhluk dan sang Pencipta adalah hubungan
langsung tanpa perantara. Dan bahwa para hamba tidak membutuhkan
perantara yang bisa memberikan pertolongan hingga mereka menuju dan
mendekat kepadanya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan mereka
mengaggapnya sebagai perbuatan syirik besar (menyekutukan Allah) yang
mengeluarkannya dari agama Islam. Mereka berkeyakinan bahwa segenap
ibadah, tidak boleh diarahkan atau ditujukan kepada makhluk mana pun,
apakah makhluk itu seorang malaikat yang dekat kepada Allah, atau
seorang Nabi yang diutus oleh Allah, lebih-lebih lagi sebuah batu yang
tidak bisa mendatangkan madharat dan memberikan manfaat.
Sesungguhnya mencium hajar aswad bukanlah sebuah syarat, tidak pula
sebuah kewajiban atas kaum muslimin. Cukuplah Anda ketahui bahwa
Khalifah Umar bin al-Khaththab Radhiallahu ‘Anhu, termasuk murid utama
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saat dia thawaf di sekitar Ka’bah
dan datang pada hajar aswad, dia berkata,
أَعْلَمُ أَنَّكِ حَجَرٌ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ، وَلَوْلاَ أَنِّيْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكِ مَا قَبَّلْتُكِ
‘Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalau sebuah batu yang tidak
bisa mendatangkan madharat, dan tidak bisa memberikan manfaat,
seandainya saja aku tidak melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menciummu, maka aku tidak akan pernah menciummu.’
Sesungguhnya perkataan khalifah ini adalah sebuah ketetapan yang
menguatkan sebuah aqidah (keyakinan) yang sangat penting, yaitu bahwa
kami tidak menyembah batu, dan kami tidak menyentuhnya agar mengangkat
madharat, atau memberikan manfaat, tidak juga berdo’a memohon kepadanya.
Akan tetapi kami menciumnya hanya karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam menciumnya. Ini adalah sebuah penjelasan dari Khalifah Umar
Radhiallahu ‘Anhu kepada umat Islam, serta sebagai pelajaran sekaligus
nasihat yang dalam dari pelajaran aqidah yang shahih, dan sebagai bentuk
ittiba’ (mengikut) Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Syubhat: Apakah bisa kami fahami, bahwa kaum
muslimin dengan shalat mereka menghadap ke Ka’bah, berarti mereka itu
menyembah Ka’bah selain Allah? Apakah Ka’bah itu adalah rumah Allah?
Apakah kalian berkeyakinan bahwa Allah bertempat tinggal di dalam sebuah
rumah di Makkah?
Jawab: Dulunya, kami berharap agar ada salah seorang
pendeta yang mau ikut dalam dialog damai ini di majalah Qiblati,
daripada mereka menanamkan tipu muslihat atas agama Islam ini kepada
akal Anda. Namun biar bagaimana pun, saya akan menjawab Anda. Saya
katakan: sesungguhnya Ka’bah tidaklah disembah selain Allah, akan tetapi
kaum muslimin menghadap kepadanya dalam shalat dan thawaf
mengelilinginya, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan
mereka untuk melakuklan yang demikian. Maka kaum muslimin, dengan
perbuatan tersebut adalah sekedar mentaati perintah Rabb (TUHAN) mereka,
bukan menyembah Ka’bah. Inilah ibadah yang benar, yaitu mentaati Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dulu,
jika ada seorang muadzdzin (tukang adzan) ingin adzan, maka dia menaiki
Ka’bah dengan kedua kakinya, kemudian mengeraskan suara adzan di atas
atap Ka’bah. Maka apakah bisa diterima oleh akal, bahwa sesuatu yang
disembah kemudian dinaiki/diinjak dengan kedua kakinya?!!
Kemudian, istilah baitullah (rumah Allah) tidaklah mesti
bermakna bahwa Allah bertempat tinggal di dalamnya, karena setiap masjid
di manapun berada di dunia ini adalah disebut baitullah (rumah-rumah
Allah). Dinamakan demikian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala disembah di
dalamnya, bukan karena Allah tinggal di dalamnya. Bahkan sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan kehormatan darah seorang
muslim lebih agung di sisi-Nya daripada kehormatan Ka’bah yang
dimuliankan oleh Allah. Suatu hari, Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma pernah
melihat ke Ka’bah seraya berkata, ‘Betapa agungnya engkau, betapa
agungnya kehormatanmu, dan seorang mukmin lebih agung kehormatannya
daripadamu.’ (HR. at-Turmudzi (1955), Shahih at-Turmudzi (2032))
Tidaklah kehormatan darah dalam syariat Islam terbatas atas pemeluk
Islam saja, tetpi juga berlaku bagi non muslim. Allah telah menjadikan
Islam menjaga darah, sebagaimana ia juga menjaga harta dan kehormatan.
Di antara orang-orang yang aman darah mereka (tidak boleh diganggu)
adalah orang-orang yang datang ke negeri Islam, maka mereka masuk di
bawah perjanjian dengan kaum muslimin dan suaka mereka. Jadi mereka
adalah orang-orang yang terlindung darah mereka. Hal ini ditetapkan
berdasarkan teks-teks syariat dan kesepakatan umat Islam.
Syubhat: Telah lewat bahwa Anda telah mengatakan pada salah satu jawaban Anda terhadap Surat Wanita Nasrani,
bahwa anjing adalah najis, dan bahwa malaikat tidak mau turun dengan
kehadiran anjing. Ini adalah ucapan dari Anda tanpa dalil akal (logika)
yang bisa menjadikan non muslim puas dengannya. Kami tidak menginginkan
sebuah dalil pun dari al-Qur`an, atau ucapan Nabi Anda, karena kami
tidak mengakuinya. Akan tetapi kami menginginkan dalil penafian
keberkahan dari anjing, dan ini adalah mustahil, karena anjing adalah
hewan yang diciptakan oleh Allah, jadi dia itu diberkahi. Kami pun juga
bisa mengatakan bahwa domba-domba yang Anda pelihara adalah hewan-hewan
najis, dan tidak diberkahi. Akan tetapi kami berkeyakinan bahwa anjing
dan kambing memiliki manfaat besar terhadap manusia, dan Allah telah
menjadikannya diberkahi agar seluruh manusia bisa mengambil faidah
darinya. Saya mohon Anda menetapkan ucapan Anda dengan logika, jika
tidak, maka ucapan Anda tidak ada gunanya bagi kami.
Jawab: Sesungguhnya saat saya menjawab dari
al-Qur`an dan sabda Nabi kami Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, penyebabnya
adalah karena penanya yang Nasrani tersebut menuduh kaum muslimin bahwa
para malaikat lari dari anjing (takut anjing). Maka untuk membuktikan
ketidak benaran tuduhan tersebut saya haruslah berdalil dengan al-Qur`an
dan sabda Nabi kami Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Adapun berkaitan
dengan permintaan Anda akan sebuah dalil logika akan kenajisan anjing
dan tidak adanya keberkahan padanya, maka saya jawab sebagai berikut:
Berkenaan dengan kenajisan anjing, maka tidak membutuhkan dalil
logika. Ilmu modern telah membuktikan bahwa anjing membawa penyakit
dalam. Dimana dia membawa lima puluh virus. Dan kebanyakan ditemukan di
air liurnya. Sebagaimana telah ditetapkan oleh ilmu modern bahwa air
liur anjing berbeda dengan air liur hewan lain. Anda bisa dengan mudah
mengecek kebenaran pernyataan ini, karena hal itu telah masyhur dan
diketahui oleh para ilmuwan Nasrani dan selain mereka.
Adapun klaim Anda bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan keberkahan
pada anjing, maka ini adalah sebuah ucapan tanpa bukti (dan berkata
atas nama Allah secara dusta). Maka di sini saya yang meminta Anda untuk
mendatangkan dalil logika untuk menetapkan kebenaran klaim Anda. Saya
yakin, Anda tidak akan bisa menetapkannya, dan saya akan menetapkan
tidak adanya keberkahan pada anjing sepanjang Anda bertanya kepada saya.
Pertama, bukanlah menjadi sebuah syarat bahwa setiap
makhluk yang dicipatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
diberkahi. Jika tidak demikian, maka syaitan yang terkutuk pun adalah
makhluk ciptaan Allah, dan sungguh mustahil dia diberkahi.
Adapun tercapainya keberkahan bagi anjing, maka saya akan membuat
perumpamaan yang terdiri dari sejumlah pertanyaan, dan jawabannya akan
menghantarkan Anda kepada kebenaran masalah ini:
Berapa kali ajing hamil dalam setahun? Yang dikenal adalah dia hamil 3 hingga 4 kali.
Berapa kali kambing hamil dalam setahun? Yang diketahui adalah sekali atau dua kali.
Berapa anjing yang dikandung dalam setiap kehamilan? Yang diketahui adalah sekitar enam hingga delapan anjing.
Berapa kambing yang dikandung dalam setiap kehamilan? Yang diketahui adalah satu, dan jarang sekali dua.
Maka kita akan menemukan dengan bahasan angka bahwa anjing lebih
banyak perkembang biakannya daripada kembing. Akan tetapi kenyataannya
bahwa jumlah kambing jauh lebih banyak daripada jumlah anjing.
Saya bertanya kepada Anda, mengapa hal itu terjadi? Sesungguhnya
jawabannya adalah karena sebab keberkahan yang dijadikan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala pada kambing-kambing. Dan tidak menjadikannya pada
anjing. Disini lah saya berjanji dan meminta kepada setiap muslim dan
muslimah yang membaca ucapan ini untuk berkata Allahu Akbar.
Saya juga ingin Anda mengetahui perkara penting lain, yaitu bahwa
kami bisa mengambil manfaat dari segala sesuatu yang berasal dari
kambing; kulit, daging, tulang, dan tanduknya, (bahkan juga kotorannya
untuk pupuk). Adapun anjing, maka jika dia mati maka tidak bisa diambil
darinya sesuatu pun. Sebagaimana Anda juga jangan lupa bahwa setiap Nabi
adalah penggembala kambing (bukan pemelihara anjing). Akan tetapi
mustahil bagi seseorang untuk berbangga, apapun agamanya, bahwa dia
adalah seorang penggembala anjing.
Saya berharap Anda tidak fanatik kepada anjing, setelah saya menjawab
Anda akan najisnya anjing dengan dalil logika yang Anda inginkan, serta
ketidak berkahannya. Dan kambinglah yang membawa keberkahan. Dan terima
kasih bagi Anda.
Syubhat: Anda kaum muslimin menolak ilmu modern, dan ini jelas dengan penafian kalian akan berputarnya bumi.
Jawab: Syubhat ini menunjukkan akan kelemahan Anda
yang amat sangat. Ketika Anda tidak menemukan sesuatu pun yang bisa Anda
pegang untuk mengalahkan kaum muslimin, maka Anda pun mencari-cari pada
catatan kuno Anda, barangkali Anda mendapatkan sesuatu yang merugikan
kami. Biar bagaimanapun, permasalahan rotasi bumi bukanlah termasuk ilmu
syar’i. Akan tetapi itu adalah permasalahan ilmu dunia. Sebagian besar
agama, termasuk diantaranya adalah Nasrani, semuanya menafikan rotasi
bumi, sebagai bentuk tertinggalnya keilmuan ratusan tahun lalu yang
manusia hidup di dalamnya, bila dibandingkan dengan keadaan kita pada
hari ini. Bahkan Bibel
telah pergi lebih jauh dari hal tersebut. Bibel bahkan menganggap bahwa
bumi ini persegi empat, dan ini adalah ucapan yang lebih buruk dari
penafian rotasi bumi. Disebutkan dalam (Yehezkiel 7: 2)
7 : 2 (قَدْ جَاءَتِ النِّهَايَةُ عَلَى زَوَايَا الأَرْضِ الأَرْبَعِ).
“akhirnya bisa datang ke empat penjuru (pojok) bumi”.
Agar saya bersikap obyektif dan amanah, maka dalam jawaban ini saya
juga katakan bahwa ada sebagian ulama muslim yang menafikan rotasi bumi
karena keyakinan mereka bawa bumi ini datar, bukan bulat. Kemudian
setelah mereka, datanglah sejumlah penuntut ilmu yang taklid kepada
mereka, dan menukil dari mereka tanpa pemahaman. Akan tetapi wajib bagi
kita untuk perhatian terhadap satu perkara penting; yaitu bahwa terdapat
satu perbedaan besar antara pemahaman yang salah dengan penyebutan
Bibel bahwa bumi ini persegi empat. Dan sebaliknya kita temukan bahwa
al-Qur`an telah mensifati bumi dengan bentuk bola.
Setelah kemajuan ilmu yang dialami oleh manusia, maka pandangan
ilmiah pun berubah pada mayoritas muslim dan Nasrani serta selain
mereka. Kemudian mereka pun berkeyakinan akan rotasi bumi. Kemudian
tetap tersisa sejumlah kecil dari seluruh agama yang tetap bersikukuh
dengan pendapatnya yang lahir dari para pendahulunya, yaitu bahwa bumi
tidak berotasi. Ini adalah buah dari kekurangan besar dalam memahami
masalah rotasi bumi. Mereka menyangka dengan pemikiran sederhana bahwa
rotasi bumi tidak bisa dirasakan. Sebagaimana mereka menyangka bahwa
seandainya terjadi rotasi bumi, maka termasuk perkara yang mustahil kita
bisa tetap tegak di permukaannya. Ini adalah sebuah ungkapan yang
menunjukkan ketiadaan penguasaan teori ilmiah dan ilmu falak.
Yang wajib Anda fahami adalah bahwa al-Qur`an tidak menafikan rotasi
bumi. Lihatlah apa yang dikatakan oleh salah satu ulama besar kaum
muslimin zaman ini, yaitu Syaikh al-Albani j. Dia berkata, ‘Kami, pada
dasarnya tidak meragukan bahwa masalah rotasi bumi adalah sebuah hakikat
ilmiah yang tidak menerima perdebatan. Pada waktu yang kita
berkeyakinan bahwa bukan termasuk profesi syariat secara umum dan
al-Qur`an secara khusus berbicara tentang ilmu falak, dan rincian ilmu
falak… (Kaset no. I/497)
Perlu diketahui bahwa ahli falak kaum muslimin, dulu adalah orang
yang pertama kali menetapkan rotasi bumi beratus tahun yang lalu,
kemudian diikuti oleh sejumlah ulama syariat.
Sekalipun masalah rotasi bumi ini bukan masalah aqidah, tetapi
terdapat sebagian ulama Islam yang menafikan rotasi bumi, dan banyak
juga ulama kaum muslimin yang mengatakan rotasi bumi. Dari sinilah kami
memahami bahwa syubhat tersebut tidak memiliki nilai sama sekali dalam
dialog antara kami dengan Anda. Terutama bahwa saya termasuk orang yang
menetapkan rotasi bumi. Boleh bagi Anda untuk melihat kembali pada
pembahasan saya dalam majalah ini dari edisi 11 tahun II hingga edisi 09
tahun III. Dan sesungguhnya orang yang menafikan rotasi bumi tidak akan
masuk neraka sebagaimana orang yang menetapkan rotasi bumi juga tidak
masuk sorga (karenanya). Maka barangsiapa mati di atas keyakinan ini
atau itu, maka dia tidak akan ditanya tentangnya pada hari kiamat. Oleh
karena itulah, kami menginginkan agar dialog diantara kita adalah dalam
permasalahan aqidah agama yang keyakinan terhadapmya bisa menghantarkan
ke sorga atau berakibat neraka.
Sebagai penutup, saya selalu menyambut
Anda sebagai seorang tamu di majalah Qiblati, termasuk seluruh pembaca
Nasrani. Anda sekalian memiliki hak untuk bertanya sesuka Anda, maka
hati kami terbuka untuk semuanya. (AR)*
0 komentar:
Posting Komentar