JANGAN MALAS UNTUK BERDO'A
Kategori:
Tazkiyatun Nufus
Sebagian
manusia terlalu sombong, tidak mau berdoa, seakan ia bisa menghasilkan sesuatu
tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala.
Sebagian
manusia terlalu sombong, tidak mau berdoa, seakan ia bisa beribadah tanpa
pertolongan dari Allah Ta’ala.
Sebagian
manusia terlalu sombong, jarang berdoa, seakan kekuatan manusiawinya lah yang
dapat mewujudkan seluruh asa dia tanpa pertolongan dari Allah Ta’ala.
Coba
perhatikan hal-hal berikut, niscaya kita akan semangat selalu berdoa kepada
Allah Ta’ala atas keperluan dunia dan akhirat kita.
Seorang
yang tidak berdoa adalah orang sombong
{وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ} [غافر: 60]
“Dan Rabbmu berfirman:
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina.” (QS. Al Mukmin: 60).
Asy
Syaukani rahimahullah berkata, “Ayat ini memberikan faedah bahwa doa adalah
ibadah dan bahwa menginggalkan berdoa kepada Rabb yang Maha Suci adalah sebuah
kesombongan, dan tidak ada kesombongan yang lebih buruk daripada kesombongan
seperti ini, bagaimana seorang hamba berlaku sombong tidak berdoa kepada Dzat
yang merupakan Penciptanya, Pemberi rezeki kepadanya, Yang mengadakannya dari
tidak ada dan pencipta alam semesta seluruhnya, pemberi rezekinya, Yang Menghidupkan,
Mematikan, Yang Memberikan ganjarannya dan yang memberikan sangsinya, maka
tidak diragukan bahwa kesombongan ini adalah bagian dari kegilaan dan kekufuran
terhadap nikmat Allah Ta’ala. (Lihat kitab Tuhfat Adz Dzakirin, karya Asy
Syaukani).
Seorang
yang berdoa adalah orang yang paling dimuliakan oleh Allah ta’ala
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لَيْسَ شَىْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ»
“Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Tidak ada
sesuatu yang paling mulia di sisi Allah dibandingkan doa.” (HR. At
Tirmidzi).
Para
ulama mengatakan kenapa doa sesuatu yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala
dibandingkan yang lainnya: “Karena di dalam doa terdapat bentuk sikap
perendahan diri seorang hamba kepada Allah dan menunjukkan kuasanya Allah
Ta’ala.”
Allah
Ta’ala sangat, sangat, sangat menyukai hamba-Nya merendah diri kepada-Nya dan
menunjukkan bahwa hanya Allah Ta’ala satu-satu-Nya Yang Berkuasa, Yang Maha
Pengatur, yang Maha Pencipta, tiada sekutu bagi-Nya.
Dengan
doa kita melawan, menahan, meringankan bala dan musibah
عن
عائشة رضي الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يغني حذر من قدر و الدعاء ينفع مما نزل ومما لم ينزل وإن البلاء لينزل فيتلقاه الدعاء فيعتلجان إلى يوم القيامة.
“Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Sikap kehati-hatian
tidak menahan dari takdir, dan doa bermanfaat dari apa yang terjadi (turun)
ataupun yang belum terjadi (turun) dan sesungguhnya bala benar-benar akan turun
lalu dihadang oleh doa, mereka berdua saling dorong mendorong sampai hari
kiamat.” (HR. Al Hakim dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab
Shahih Al Jami’, no. 7739).
Seorang
yang berdoa tidak pernah rugi
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ «اللَّهُ أَكْثَرُ»
“Abu
Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
berkata: “Tidak ada seorangpun yang berdoa dengan sebuah dosa yang tidak ada
dosa di dalamnya dan memuutuskan silaturrahim, melainkan Allah akan mengabulkan
salah satu dari tiga perkara, baik dengan disegerakan baginya (pengabulan
doanya) di dunia atau dengan disimpan baginya (pengabulan doanya) di akhirat
atau dengan dijauhkan dari keburukan semisalnya”, para shahabat berkata: “Wahai
Rasulullah, kalau begitu kami akan memperbanyak doa?” Beliau menjawab: “Allah
lebih banyak (pengabulan doanya)” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani di
dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1633).
Ibnul
Qayyim rahimahullah menjelasakan tentang ajaibnya doa
“Dan
demikian pula doa, sesungguhnya ia adalah salah satu sebab yang paling kuat
menahan keburukan, mewujudkan permintaan, akan tetapi berbeda pengaruh doanya,
baik karena lemahnya pada doa tersebut yaitu doanya merupakan sesuatu yang
tidak dicintai Allah karena di dalamnya terdapat permusuhan, maka doanya
seperti busur yang tipis sekali, maka anak panah keluar darinya sangat lemah,
atau karena terdapat yang menahan dari pengabulan doa, seperti; makan harta
yang haram, perbuatan zhalim, dosa-dosa yang menutupi hati, terlalu lalai,
penuh hawa nafsu dan kelalaian. Sebagaimana yang di sebutkan di alam kitab Al
Muastdarak akrya Al Hakim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yakin
dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak menerima sebuah doa dari hati yang
lalai,” maka (doa seperti) ini adalah doa yang bemanfaat, menghilangkan
penyakit akan tetapi lalainya hati terhadap Allah membatalkan kekuatannya dan
begitujuga memakan yang haram membatalkan kekuatannya dan mengguranginya. Abu
Dzarr radhiyallahu ‘anhu berkata, “Cukup doa disertai dengan amalan yang baik
sebagaimana makanan disertai dengan garam.”
Beliau
juga berkata, “Dan doa termasuk obat yang paling manjur, ia adalah musuhnya
bala, melawannya, melarang turunya dan mengangkat dan meringankannya jika ia
turun, dan ia adalah senjatanya orang beriman. Doa berhadapan dengan bala tiga
keadaan;
1-Doanya
lebih kuat daripada bala maka ia menolaknya.
2-Doanya
lebih lemah daripada bala, maka akhirnya bala yang menang, dan mengenani hamba
akan tetapi terkadang meringankannya jika ia lemah.
3-Doa
dan bala’ saling berlawanan dan manahan setiap salah satu dari keduanya.”
Lihat
kitab Al Jawab Al Kafi, karya Ibnul Qayyim rahimahullah.
*)
Kamis, 7 Jumadal Ula 1433 H, Lombok Indonesia
Penulis:
Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc
Artikel
Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar