ADAB MEMBACA DAN PENGAJAR AL-QUR’AN
· Menjaga keikhlasan saat
belajar dan membaca Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah
radhiallahu anhu bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling pertama akan ditanya pada hari kiamat adalah
orang yang mati syahid di jalan Allah, ia didatangkan lalu Allah memperlihatkan
kepadanya nikmat-Nya sampai dia mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya:
“Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”, ia menjawab: “Aku telah berperang
di jalanMu sampai aku mati syahid”. Allah membantahnya: “Engkau bohong, sebab
engkau berperang agar orang mengatakan bahwa dirimu adalah seorang pemberani,
dan itu telah dikatakan”, lalu diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya lalu
dicampakkan ke dalam api neraka. Dan seorang yang belajar ilmu dan
mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an, maka ia dihadpakan ke hadapanNya lalu
Dia memperlihatkan nikamat-Nya sehingga ia mengetahuinya. Allah bertanya:
“Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”. Ia menjawab: “Aku menuntut ilmu
dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an ikhlas semata untukMu”. Maka Allah
membantahnya: “Kamu bohong, engkau belajar ilmu agar dikatakan sebagai orang
yang alim, dan membaca Al-Qur’an agar dikatakan sebagai qori’, dan itu terjadi,
lalu ia diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya dan dilempar ke dalam
neraka….”[8]
· Beramal sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an. Dijelaskan dalam sebuah riwayat yang panjang tentang mimpi
Nabi …dikatakan kepadanya: “Berjalanlah”, maka kami berjalan sampai mendatangi
seseorang lelaki yang sedang terbaring di atas tengkuknya, dan seorang lelaki
yang berdiri di atas kepalanya sambil membawa sebuah batu atau batu besar untuk
membenturkan kepalanya sendiri pada batu tersebut sampai terlempar, lalu ia
segera mengambilnya, dan dia tidak melakukan seperti apa yang telah
dilakukannya sampai kepalanya pulih seperti semula, setelah pulih ia kembali
memukulnya. Aku bertanya: “Siapakah orang ini?”, “Berjalanlah”, perintahnya.
(lalu Nabi menjelaskan tentang apa yang telah dilihatnya), dalam lanjutan
sabdanya beliau mengatakan: Orang yang telah aku lihat memukul kepalanya
adalah seorang yang diajarkan oleh Allah Al-Qur’an namun ia tertidur darinya
pada waktu malam dan tidak beramal dengannya pada waktu siang hari, itulah
balasannya sampai hari kiamat”[9]
· Meningkatkan semangat untuk
selalu mengingat kembali dan memperhatikan Al-Qur’an; berdasarkan sabda
Rasulullah :
تَعَاهَدُوْا الْقُرْآنَ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا (أي تفلتا) مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
“Perhatikanlah
Al-Qur’an demi yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya ia lebih mudah
terlepas dari seekor unta yang ada di dalam ikatannya”.[10]
·
Janganlah engkau
mengatakan: “Aku telah melupakannya”, tetapi katakanlah: Aku telah dibuat lupa,
atau aku telah dibuat bimbang, atau dijadikan lupa, seperti yang diterangkan
dalam Riwayat Abdullah bin Mas’ud ia berkata: Rasulullah bersabda:
Sangat buruk apa yang dikatakan oleh seseorang: “Aku telah melupakan ayat ini
dan ini akan tetapi ia telah dibuat lupa”.[11]
·
Wajib untuk
mentadabburi Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah :
82.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya".[12]
· Boleh membaca Al-Qur’an
dengan cara berdiri, berjalan, berbaring dan berkendaraan, seperti yang
dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiallahu anha menceritakan bahwa Nabi
bersandar pada pahaku saat aku sedang kedatangan haid dan beliau membaca
Al-Qur’an”.[13]
· Boleh menaruh mushaf di dalam
kantong baju.
· Dianjurkan agar membersihkan mulut
dengan siwak sebelum membaca Al-Qur’an. Berdasarkan riwayat Abi Hudzaifah t ia berkata bahwasanya Nabi
apabila bangun pada waktu malam maka beliau menggosok mulutnya dengan siwak”.[14]
·
Termasuk sunnah
membaca isti’adzah:
(أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) dan membaca basmalah:
(بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ)
kecuali saat membaca surat Al-Taubah, maka dia
hanya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk saat membaca surat
Al-Taubah.[15]
· Ucapan ((صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم setelah membaca Al-Qur’an
dan melakukannya secar terus menerus adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya.[16]
· Imam Nawawi berkata:
Disunnahkan bagi seorang yang membaca Al-Qur’an jika ia memulai bacaannya dari
pertengahan surat
untuk mengawalinya dari awal kalimat yang mempunyai hubungan dengannya”.[17]
·
Dianjurkan untuk
membaca Al-Qur’an secara tartil dan makruh membacanya dengan cara cepat yang
berlebihan saat membaca Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah :
4.
Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan".[18]
Dianjurkan untuk
memanjangkan mad saat membaca Al-Qur’an, Anas radhiallahu anhu pernah ditanya
tentang sifat bacaan Rasulullah?”, Dia menjawab bahwa sifat bacaan beliau
adalah memanjangkan mad bacaannya, lalu dia mencontohkan dengan membaca بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ
beliau memanjangkan
kataبِسْمِ
اللهِ , dan memanjangkanالرَّحْمنِ dan memanjangkan bacaan الرَّحِيْمِ[19]
· Dianjurkan untuk memperindah
suara saat membaca Al-Qur’an dan dilarang membacanya dengan suara yang kacau.
Rasulullah bersabda:
· Menangis saat membaca
Al-Qur’an atau mendengarnya, diriwayatkan di dalam sunnah dari hadits Abdullah
bin Al-Syakhir t
ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلِجَوْفِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي الْبُكَاءُ
“Aku mendatangi
Nabi, (saat itu) dari dalam ternggorokan beliau terdengar isak tangis seperti
suara periuk yang besar”.[21]
·
Dianjurkan untuk
membaca Al-Qur’an dengan suara yang nyaring jika hal tersebut tidak menimbulkan
kegaduhan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id radhiallahu anhu bahwa
Rasulullah beri’tikaf di masjid dan beliau mendengar para shahabat membaca
Al-Quran secara nyaring, maka beliau membuka tabir rumah beliau dan berkata:
أَلاَ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ
يـُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَعْضٍ فِي
اْلقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فيِ الصَّلاَةِ
“Ketahuilah bahwa
setiap kalian sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah setiap kalian
menyakiti yang lainnya dan jangan sebagian dari kalian mengangkat suaranya atas
yang lain saat membaca Al-Qur’an”, atau beliau bersabda: “Saat shalat”.[22]
·
Tidak ada do’a
khusus untuk khatam Al-Qur’an[23],
dan mengadakan acara tertentu untuk menyambut orang yang sudah sempurna
menghafal Al-Qur’an tidak termasuk sunnah. Adapun acara-acara yang selalu
diadakan oleh masyarakat dan dijadikan sebagai adat kebiasaan untuk
mencerminkan rasa bahagia dengan nikmat menghafal Al-Qur’an, maka hal tersebut
tidak apa-apa.[24]
· Menghentikan membaca
Al-Qur’an saat terlalu mengantuk. Berdasarkan sabda Rasulullah :
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فَاسْتَعْجَمَ
اْلقُرْآنَ عَلىَ لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُوْلُ فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila salah
seorang di antara kalian bangun untuk ibadah (pada waktu malam) lalu
terbata-bata dengan lisannya saat membaca Al-Qur’an (karena mengantuk) sedang
ia tidak sadar dengan apa yang dikatakannya maka hendaklah dia segera
berbaring”.
·
Memilih tempat
yang tenang dan waktu yang tepat; sebab hal itu akan lebih efektif untuk
meningkatkan semangat dan kebersihan hati.
· Mendengar dan memperhatikan
dengan baik pada bacaan Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah:
وَإِذَا
قُـرِأَ اْلقُـرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُـرْحَمُوْنَ
“Dan apabila
dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan
tenang agar kamu mendapat rahmat”[25].
Hendaklah dia
menjiwai setiap ayat yang dibacanya, memohon kepada Allah kenikmatan surga saat
membaca ayat-ayat tentang surga dan berlindung kepada-Nya, saat melewati
ayat-ayat tentang neraka. Firman Allah I
mengatakan:
كِتبٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيكَ مُبرَكٌ
لِيَدَّبُّرُوْا ءَايتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا
الاَلْببِ
“Ini adalah
sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran”.[26]
· Boleh bagi wanita yang sedang
haid dan nifas membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf atau (boleh membacanya
dengan cara) menyentuhnya pakai lapis sesuai dengan yang paling shahih dari
pendapat para ulama; dan tidak terdapat riwayat dari Nabi yang melarang hal
tersebut.[27]
· Termasuk sunnah bertasbih
saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang kemaha sucian Allah, dan
berlindung kepada Allah saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang azab,
serta meminta karunia Allah saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang
rahmat Allah. Dalam hadits riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu ia berkata:
Apabila beliau melewati ayat-ayat yang menyebutkan kemaha sucian Allah beliau
bertasbih, saat melewati ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdo’a beliau
berdo’a dan saat melewati ayat-ayat yang menyeru untuk berlindung beliau
berlindung”.[28]
· Hendaklah seseorang membaca
Al-Qur’an dalam keadaan berwudhu’, bersih pakaian, badan dan tempat, terdapat
perbedaan ulama apakah anak kecil diwajibkan berwudu’ saat akan menyentuh
mushaf atau tidak?, Yang lebih baik baginya adalah berwudhu’.[29]
· Dianjurkan untuk menyambung
bacaan dan tidak memutus-mutuskannya, diriwayatkan oleh seorang tabi’i yang mulia,
Nafi’ bahwa Ibnu Umar t
saat membaca Al-Qur’an beliau tidak berbicara sampai dia selesai membacanya…”.[30]
· Dimakruhkan mencium mushaf
dan meletakkannya di antara kedua mata, hal ini biasanya terjadi saat setelah
selesai membaca Al-Qur’an atau saat mushaf didapatkan tergeletak di tempat yang
dihinakan.[32]
· Dimakruhkan menggantung ayat
Al-Qur’an di atas tembok atau yang lainnya,[33]
dan tidak sepantasnya Alqur’an hanya sekedar dijadikan sebagai pengganti dari
berbagai bacaan-bacaan, paling ringan hukumnya adalah makruh.[34]
[8]
HR. Muslim no: 1905
[9]
HR. Bukhari no:1386.
[10]
HR. Bukhari no: 5033.
[11]
HR. Bukhari no: 5039 dan Muslim no: 790
[12]
QS. An-Nisa’: 82
[13]
HR. Bukahri no: 297, Muslim no: 301.
[14]
HR. Bukhari no: 1136, Muslim no: 255.
2 /أَعُوْذُ
بِاللهِ السميع العليم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم من همزه ونفخه ونفثهِ-
3/ أَعُوْذُ بِالسََّمِيْعِ
اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم ِ
semua bentuk isti’azah ini disebutkan oleh Abu Dawud no: 1785.
Bagi orang yang membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk bergantian dalam
mempergunakan isti’adzah tersebut. (Al-Syarhul Mum ti’ Ala Syarhu Zadil
Mustaqni’ 3/71). Adapun tentang basmalah, diriwayatkan oleh Anas ra ia berkata:
Saat Rasulullah bersama kami pada sebuah majlis beliau terserang rasa mengantuk
yang sangat, lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka kami
bertanya: Apakah yang membuat anda tersenyum wahai Rasulullah?, beliau bersabda:
Telah diturunkan kepadaku sebuah surat ,
lalu beliau membacanya: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.... بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ HR.
Muslim no: 400.
[16]
Majlis ulama Suadi Arabia telah menelaskan
dalam fatwanya no: 4310 bahwa ucapan: صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ adalah ucapan yang benar, namun membacanya secara terus menerus
setelah selesai membaca Al-Qur’an adalah bid’ah, sebab perbuatan tersebut belum
pernah dikerjakan oleh Nabi, dan para khulafairrasyidin padahal mereka banyak
membaca Al-Qur’an. Dan Nabi bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang mengerjakan
sebuah perbuatan yang belum pernah kami perintahkan maka perbuatan tersebut
menjadi tertolak” Dalam sebuah riwayat disebutkan:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْس مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ ((Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam agama ini yang
tidak kami perintahkan maka ia pasti tertolak)).
[17]
Al-Adzkar, Imam Nawawi hal. 163
[18]
QS. Al-Muzzammil: 4
[19]
HR. Bukhari no: 5045
[20]
HR. Abu Dawud no: 1468 dari hadits riwayat Al-Barro’ bin Azib ra, Al-Albani
mengatkan bahwa hadits ini adalah shahih.
[21]
Syarhus Sunnah Al-Bagawi no: 729.
[22]
HR. Abu Dawud no: 1332, dan Al-Albani mengatkan bahwa hadits tersebut shahih.
[23]
Badan fatwa ulama Saudi
Arabia menegaskan bahwa do’a yang dinisbatkan
kepada Syekhul Islam Ibnu Taimiyah tentang do’a khatmul Qur’an tidak diketahui
kebenaran
[24]
Disebutkan oleh syekh Abdur Rahman Al-Barrak
[25]
QS. Al-A’rof: 204
[26]
QS. Shaad: 29
[27]
Fatwa lembaga fatwa Saudi Arbia no: 3713
[28]
HR. Muslim
[29]
Seperti yang dijelaskan oleh Al-Utsaimin rahimhullah (Al-Fatawa Al-Islamiyah)
[30]
HR. Bukhari 4526.
[31]
HR. Bukhari 1077
[32]
Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang berdiri untuk menghormati mushaf
lalu menciumnya dan apakah dimakruhkan juga jika seseorang membuka mushaf untuk
menumbuhkan semangat, beliau menjawab: Segala puji bagi Allah tentang
berdiri untuk menghormati mushaf dan menciumnya, kami tidak mengetahui apapun
dari perbuatan salaf tentang hal ini, dan imam Ahmad telah ditanya tantang
hukum mencium mushaf, beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar riwayat
apapun yang menjelaskan masalah ini, akan tetapi diriwayatkan dari Ikrimah bin
Abi Jahl bahwa dia mambuka mushaf dan meletakkan mukanya di atas mushaf
tersebut sambil mengatakan: firman Tuhanku, firman Tuhanku, tetapi generasi
salaf tidak menjadikan berdiri untuk menghormati mushaf sebagai kebiasaan
mereka (Majmu’ fatawa). Dan syaekh Bin Baz rahimhullah berkata: senadainya
seseorang mencium mushaf karena terjatuh dari tangannya atau terjatuh dari
tempat yang tinggi maka hal tersebut tidak mengapa.
[34]
Seperti yang dikatakan oleh/ Abdul Aziz bin Baz Rahimhullah (Al-Ftawal
Islamiyah).
Penyusun : Majid bin Su'ud
al-Usyan
Terjemah : Muzafar Sahidu bin Mahsun Lc.
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
0 komentar:
Posting Komentar