KUFUR KECIL


Pada prinsipnya dosa adalah kejahatan terhadap hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena durhaka terhadap perintah-Nya dan menolak taat kepada-Nya. Secara umum semua dosa mempunyai titik persamaan yaitu durhaka kepada Sang Pencipta. Akan tetapi dosa itu bertingkat-tingkat, dilihat dari aspek kadar dosa dan hukumannya. Dosa yang paling jelek dan paling besar serta paling berat hukumannya adalah kekafiran. Orang yang mati dalam keadaan kafir dan ia belum bertaubat, maka tempat kembalinya adalah neraka, dan ia berada di dalamnya selama-lamanya. Level kedua setelah kekafiran adalah dosa besar. Diantara deretan panjang dosa-dosa besar, ada dosa yang diistilahkan oleh para ulama dengan kufur kecil. Kufur kecil dinilai oleh para ulama lebih besar dosanya daripada berzina, minum khamr dan menuduh (orang berbuat) zina. Demikian itu karena dosa yang Allah sebut sebagai kekafiran itu lebih besar (tingkatan dosanya) daripada dosa-dosa lain yang tidak disebut sebagai kekafiran. Kufur kecil sama dengan dosa-dosa besar yang lain, dalam hal pelakunya tidak terhitung keluar dari agama. Tidak kekal dalam neraka dan bisa mendapatkan syafaat dan berbagai ketentuan lain yang Allah peruntukkan secara khusus untuk orang yang tauhidnya terjaga, namun ada beberapa aspeknya yang cacat.
Definisi kufur kecil adalah dosa-dosa yang pelakunya disebut oleh syariat sebagai orang kafir. Namun, terdapat dalil-dalil lain yang mengindikasikan bahwa dosa tersebut tidak menyebabkan orang keluar dari agama. Mengingat makna dasar untuk kata kekafiran dalam dalil-dalil agama adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam (baca: kafir akbar) maka harus terdapat indikasi yang membedakan kufur kecil dengan kufur besar.
Ada dua indikasi yang disebutkan oleh para ulama untuk ini:
Pertama, kufur kecil didapatkan dalam dalil-dalil agama dengan menggunakan bentuk indefinitif (tanpa alif lam) sebagaimana akan kami jelaskan setelah ini.
Kedua, terdapat penjelasan dalil syar’i yang lain yang memalingkan lafadz kekafiran dari makna kekafiran besar menuju kekafiran kecil. Terdapat banyak contoh dalam hadits untuk poin ini. Diantaranya sabda Nabi,
سَـبَابُ الْمُـسْلِمِ فُـسُوقٌ وَقِـتَالُهُ كُـفْرٌ
“Mencaci seorang muslim adalah kefasikan sedangkan memeranginya adalah kekafiran.”
Jika hadits ini kita pahami tanpa menimbang dalil-dalil yang lain, tentu kita akan memvonis kafir semua orang muslim yang memerangi sesama muslim tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Namun jika kita memperhatikan dalil-dalil yang lain, maka kita dapatkan dalil yang menunjukkan tidak benarnya kesimpulan di atas, semacam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَإِنْ طَائِفَـتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَأَصْلِـحُوْا بَيْنَهُمَا
“Jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya…” (QS al-Hujurat: 9)
Pada ayat itu Allah masih menyebut dua kelompok tersebut sebagai orang-orang yang beriman, meskipun salah satu kelompok tersebut melampaui batas terhadap kelompok yang lain. Oleh karena itu, ayat di atas merupakan dalil bahwa memerangi sesama muslim tanpa alasan yang legal adalah kufur kecil bukan kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam.
Contoh yang lain adalah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
اِثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ الطَّعْنُ فِي النَّسَبِ وَالنِّـيَاحَـةُ عَلَى الْمَيِّتِ
“Ada dua kekufuran di tengah-tengah manusia yaitu mencela nasab dan meratapi mayat.”
Kekufuran dalam hadits ini adalah kufur kecil, karena kekafiran ini dalam teks arabnya berbentuk indefinitif (tanpa alif lam). Di samping itu, seluruh ulama sepakat bahwa mencela nasab dan meratapi mayat adalah dosa yang tidak menyebabkan keluar dari Islam. Ditambah lagi ada beberapa wanita di masa Nabi saw yang meratapi mayat. Nabi melarangnya akan tetapi wanita tersebut tidak juga meninggalkan perbuatan meratap dan wanita tersebut tidak divonis kafir karenanya. Fakta ini, jelas bahwa meratapi mayat bukanlah kekafiran besar yang menyebabkan keluar dari Islam.
Surat Haru Dari Hasan al-Bashri
Wahai anak Adam..! Jika engkau melihat ada orang yang bersaing dalam masalah dunia maka saingilah orang tersebut dalam masalah akhirat.
Diantara Perkataan Imam Syafi’i
Ikutilah ashabul hadits (para ulama yang menekuni hadits) karena pendapat-pendapat mereka itu lebih banyak benarnya.

0 komentar:

Copyright © 2012 BERSAMA MENAMBAH KEIMANAN.