ETIKA MEMBACA AL-QURAN

Sesungguhnya kedudukan kitabullah (al-Quran) di dalam jiwa kita amatlah besar, maka etika terhadap al-Quran merupakan etika kita terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari etika-etika dalam membaca al-Quran al-Karim, yaitu:
Pertama, ketika membaca al-Quran, hendaklah dengan tujuan mencari ridha Allah, dan mempelajari hukum-hukum kitab-Nya serta melaksanakan perintah Rabb-Nya. Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu berkata,
[إِنَّمَا يُعْطىَ الرَّجُلُ عَلىَ قَدْرِ نِيَّتِهِ]
“Sesungguhnya seseorang itu diberi (balasan) menurut kadar niatnya.”
Dari Ibnu Imran Radhiallahu ‘Anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
( من قرأ القرآن فليسأل الله به، فإنه سيجيء أقوام يقرؤون القرآن يسألون به الناس)
“Barangsiapa membaca al-Quran, maka memohonlah kepada Allah dengannya, karena sesungguhnya akan datang suatu kaum, mereka membaca al-Quran, yang dengannya mereka meminta (balasan) kepada manusia.” (HR Tirmidzi)
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
(من قرأ القرآن يتأكّل به الناس جاء يوم القيامة ووجه عظم ليس عليه لحم)
“Barangsiapa membaca al-Quran untuk meminta makan dengannya kepada manusia, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan wajah tengkorak tanpa daging di atasnya.” (HR Baihaqi)
Kedua, hendaklah dalam keadaan suci dari dua hadats. Suci dari junub, haid dan nifas adalah suatu kewajiban (menurut sebagian para ulama) bagi seseorang yang hendak membaca al-Quran atau menyentuh mushaf atau membawanya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beberapa riwayat hadits dan atsar diantaranya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ (77) فِي كِتَابٍ مَّكْنُونٍ (78) لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ (79) تَنزِيلٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ (80)
“Sesungguhnya al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan, diturunkan dari Rabb alam semesta.” (QS al-Waqi’ah: 77-80)
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak ada sesuatupun yang menghalanginya dalam (membaca) al-Quran selain Junub.” (HR Ashabu as-Sunan).
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu, berkata, “Aku telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa Sallam berwudhu kemudian membaca sesuatu dari al-Quran, kemudian beliau bersabda:
هكذا لمن ليس بجنب، فأما الجنب فلا، ولا آية
“Seperti inilah bagi orang yang tidak junub, adapun orang yang junub maka jangan (membaca al-Quran), tidak pula satu ayat” (HR Ahmad dan Abu Ya’la).
Ketiga, membersihkan mulut dengan siwak atau dengan lainnya, karena sesungguhnya mulut adalah tempat mengalirnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Qatadah berkata, “Aku tidak makan bawang putih, sejak aku membaca al-Quran”. Dari Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu secara marfu’ dia berkata,
إن أفواهكم طرق للقرآن فطيّبوها بالسواك
“Sesungguhnya mulut-mulut kalian adalah jalan bagi al-Quran, maka bersihkanlah ia dengan siwak.” (HR al-Bazzar)
Keempat, dianjurkan bagi pembaca al-Quran untuk duduk dalam keadaan menghadap kiblat apabila memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, karena hal ini sebagaimana disebutkan,
[خَيْرُ الْمَجَالِسِ مَا اسْتَقْبَلَ بِهِ الْقِبْلَةَ]
“Sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat.” (HR Thabrani). Dan dibolehkan membaca dalam keadaan berdiri, berjalan, berbaring di atas ranjang, di jalan, atau selainnya dari berbagai macam keadaan, dan baginya tetap ada pahala, meskipun bukan utama.
Kelima, tempat dan pakaian dalam keadaan bersih dan suci, berhias dan memakai minyak wangi, karena itu sebagai persiapan untuk bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam membaca firman-firman-Nya.
Keenam, membaca ta’awudz (mohon perlindungan dari godaan syetan-red) dan basmalah sebelum memulai membaca, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
: فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
“Apabila kamu membaca al-Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS an-Nahl: 98)
Dan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda:
(كل أمر ذي بال لا يبدأ ببسم الله فهو أجذم)
“Setiap hal yang memiliki kemuliaan, dan tidak diawali dengan ucapan bismillah, maka dia terputus.”  (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i)
Membaca al-Quran secara rutin. Yaitu dengan mewajibkan kepada dirinya sendiri sebagai wirid harian, meskipun sedikit, serta menjauhkan diri dari menelantarkan al-Quran dan lupa membacanya. Sayyidina Utsman bin Affan Radhiallahu ‘Anhu berkata:
( لو أن قلوبنا طهرت ما شبعت من كلام ربنا عز وجل، وإني لأكره أن يأتي عليّ يوم لا أنظر في المصحف
“Seandainya hati kita telah suci, niscaya tidak akan pernah merasa kenyang dari firman Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan sesungguhnya aku sangat tidak suka jika sehari saja berlalu tanpa aku melihat dalam mushaf.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
: وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً (30)
“Berkatalah Rasul, “Wahai Rabbku, Sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS al-Furqan: 30).
Dari Abu Musa Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jagalah baik-baik oleh kalian al-Quran ini, maka demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh dia sangat lebih cepat lepas daripada unta dalam ikatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, menyambut dengan minat yang besar, kerinduan dan rasa cinta terhadap firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga bisa menguasai perasaan dan naluri dirinya, hati, pikiran, serta jiwanya. Dan yang bisa membantu hal tersebut adalah dengan melepaskan apa saja yang dapat menyibukkan diri berupa pikiran-pikiran, perkataan-perkataan atau berbagai kesusahan hidup di dunia, dan secara khusus dalam shalat malam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya, “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.” (QS az-Zumar: 23).
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barang siapa yang suka agar Allah dan Rasulnya mencintainya, maka perhatikanlah, jika dia mencintai al-Quran berarti dia mencintai Allah dan Rasul-Nya”. (HR Thabrani)
Kedelapan, memperbagus suara dan menghiasinya ketika membaca agar lebih memberi pengaruh dan sangat membekas dalam hati.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “Aku telah mendengar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
( ما أذن الله لشيء ما أذن لنبي حسن الصوت يتغنى بالقرآن يجهر به)
“Tidaklah Allah mendengar sesuatu sebagaimana Dia mendengar seorang Nabi yang indah suaranya sedang melagukan Quran dan mengeraskannya.” (HR: Muttafaq ‘Alaih).
Dari Al-Bara’ ibn ‘Azib Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda, “Hiasilah al-Quran dengan suara-suara kalian.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).
Dari Abu Lubabah Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda, “Barang siapa yang tidak melagukan bacaan al-Quran, maka dia bukan dari golongan kami.” (HR Abu Dawud).
Kesembilan, membaca al-Quran sesuai kaidah-kaidah tajwid, dan secara tartil sesuai dengan kaidah yang telah diletakkan oleh para ulama Qura’ dengan menerapkannya huruf perhuruf, dan tidak tergesa gesa. Sebagaimana matarantai yang bersambung dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didalam penyampaian al-Quran.
Sahabat Ali Radhiallahu ‘Anhu pernah ditanya tentang membaca al-Quran secara tartil, maka beliau menjawab, “Mentajwidkanhuruf (dengan benar) dan mengerti tempat berhenti ayat.”
Allah berfirman, yang artinya, “Dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan (tartil).” (QS al-Muzammil:4).
Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, bahwasanya beliau menyimak bacaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bacaan yang diperjelas huruf perhuruf.” (HR Abu Dawud).
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda, “Orang yang mahir dengan al-Quran bersama dengan para malaikat yang mulia, dan yang membaca al-Quran dengan terputus-putus dalam bacaannya dan dia susah membacanya, baginya dua pahala.” (HR Muttafaq Alaih).
Kesepuluh, tadabbur (merenung), Imam as-Suyuti berkata, “Ciri tadabbur adalah seseorang yang membaca, hatinya disibukkan dengan memikirkan makna apa yang dia ucapkan, sehingga dia mengerti makna setiap ayat, dan merenungi perintah-perintah dan larangan-larangan, dan dia meyakini penerimaan hal itu. Maka jikalau dia pernah berbuat kekurangan pada usia-usianya yang telah lalu dia memohon ampun dan beristighfar. Dan apabila lewat sebuah ayat mengenai adzab, dia takut dan memohon perlindungan, atau ayat yang mensucikan-Nya, dia mensucikan dan mengagungkan, atau melewati ayat doa dia merendahkan diri dan memohon.”
Hasan al-Basri berkata, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian – yaitu para sahabat – mereka melihat bahwasanya al-Quran ini adalah surat-surat untuk mereka dari Rabb mereka, maka mereka menghayatinya  pada waktu malam dan melaksanakannya  pada waktu pagi.”
Ali Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Tidak ada kebaikan dalam ibadah tanpa ada ilmu di dalamnya, dan tidak ada kebaikan dalam membaca tanpa ada penghayatan di dalamnya”.
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata, “Jikalau aku membaca surat az-Zalzalah dan al-Qari’ah dengan menghayatinya, maka itu lebih aku sukai daripada aku membaca al-Baqarah dan Ali-Imran dengan secara cepat.”
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Barangsiapa menginginkan ilmu pengetahuan orang- orang terdahulu dan sekarang, maka hendaklah dia menghayati  al-Quran.”
Banyak di antara para salaf, mereka tidak tidur semalam suntuk, ada di antara  mereka membaca satu ayat semalam suntuk, mengulang ulanginya untuk menghayati apa yang terkandung dalam ayat itu, dan setiap kali mengulanginya, tersingkap baginya di antara makna maknanya, dan nampak baginya cahayanya, memenuhi orang tersebut ilmu-ilmu dan berkah ayat tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS Shaad: 29).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ataukah hati mereka terkunci?.” (QS Muhammad: 24).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan al-Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS al-Isra’: 106)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,  yang artinya, “Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.” (al-Qamar: 17).
Dari ‘Auf bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “Pada suatu malam aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka beliau membaca surat Al-Baqarah tidak lewat satu ayatpun mengenai rahmat kecuali beliau berhenti dan memohon, dan tidak lewat satu ayatpun mengenai azab kecuali beliau berhenti dan memohon perlindungan.” (HR an-Nasa’i dan Abu Dawud)
Dari Abu Dzar Radhiallahu ‘Anhu berkata, “Pada suatu malam Rasulullah melakukan shalat bersama kami, beliau membaca sebuah ayat dan mengulang ulanginya, yaitu:

إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Maidah: 118).
Kesebelas, kekhusyu’an hati, tertunduknya kepala, kekhusyuan anggota badan, menghadirkan keagungan kedudukan al-Quran, menangis takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka jika tidak menangis hendaklah berusaha menangis dan usahakan melakukannya ketika dia dalam keadaan sendiri, karena sesungguhnya hal itu lebih menjauhkan dari riya’.
Al-Hasan berkata, “Adalah Umar bin Khattab Radhiallahu ‘Anhu  melewati sebuah ayat dari wiridnya  pada malam hari, maka beliau menangis hingga terjatuh, dan beliau tetap di dalam rumah hingga dijenguk karena sakit.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah.” (QS al-Hasyr: 21)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (al-Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri).” (QS al-Maidah: 83).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS al-Isra’: 109).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً
“Dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS Maryam:58).
Dari Ibnu Mas’ud ketika beliau membacakan untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Ibnu Mas’ud berkata, “Lalu aku menoleh, ternyata kedua mata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlinang.” (HR Bukhari Muslim).
Dari Sa’d Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya al-Quran ini diturunkan dengan kesedihan, maka apabila kalian membacanya, menangislah! Jika kalian tidak bisa menangis, pura-puralah menangis dan lagukanlah dengannya, barang siapa yang tidak melagukan al-Quran bukanlah dari golongan kami.” (HR Ibnu Majah).
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, “ Ketika turun ayat,
(أفمن هذا الحديث تعجبون، وتضحكون ولا تبكون)
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?. Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis?” (QS An-Najm: 59-60), para sahabat Shuffah menangis hingga air mata mereka mengalir di pipi mereka.” (HR Baihaqi).
Majalah Qiblati Edisi 07 Tahun I

0 komentar:

Copyright © 2012 BERSAMA MENAMBAH KEIMANAN.