MEREDAM FITNAH MENEPIS GUNDAH
Wanita
shalihah bukanlah wanita yang mudah menerima isu yang berkembang di tengah
masyarakat, apalagi ikut menyebarkannya. Justru seharusnya dia berupaya untuk
meredamnya, apalagi jika ternyata dia berupa fitnah. Minimal ditengah
keluarganya.
Berita
dusta (haditsul ifki)
yang dihembuskan kaum munafik ternyata sangat besar pengaruhnya di kalangan
penduduk Madinah. Bahkan sejumlah Sahabat Rasululah shalallahu ‘alaihi wa sallam ada yang
terpengaruh dengan berita tersebut.
Suatu
hari, ditengah panasnya isu dusta tersebut melanda kota madinah, Abu Ayyub dan
istrinya Ummu Ayyub, sedang duduk dirumahnya membicarakan masalah tersebut.
Mereka berdua sangat gundah dengan isu yang menimpa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
dan keluarganya yang sangat mereka cintai. Apalagi masih lekat dalam kenangan
mereka ketika Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam tinggal beberapa lama di rumah mereka ketika
pertama kali tiba di Madinah.
Maka
dengan lembut Ummu Ayyub mengajak suaminya berdialog. “Menurutmu, benarkah
kisah yang kini sedang diperbincangkan orang-orang di Madinah?”, tanyanya.
“Jelas tidak benar, tapi bagaimana?”, jawab Abu Ayyub dengan gusar.
“Seandainya
ketika itu engkau jadi Safwan bin Mu’aththal apakah engkau akan melakukan
perbuatan keji seperti itu?”, tanyanya lagi. “Tentu tidak, bagaimana mungkin
aku akan melakukan perbuatan nista seperti itu?”, jawabnya sedikit emosi.
“Begitu
juga aku, seandainya saat itu aku menjadi ‘Aisyah, sungguh tidak mungkin aku
sudi melakukan perbuatan terkutuk seperti itu.”, timpal Ummu Ayyub. “Maksudmu
apa?”, Abu Ayyub balik bertanya.
“Nah, jika kamu saja yang tidak lebih baik dari Safwan Bin Mu’aththal tidak akan berani melakukan hal seperti itu, apalagi Safwan Bin Mu’aththal yang jauh lebih shaleh darimu. Begitu pula aku, jika aku saja yang tidak seutama ‘Aisyah tidak melakukan hal itu, apalagi ‘Aisyah yang jauh lebih mulia dariku. Jadi tidak mungkin mereka melakukannya.”
“Nah, jika kamu saja yang tidak lebih baik dari Safwan Bin Mu’aththal tidak akan berani melakukan hal seperti itu, apalagi Safwan Bin Mu’aththal yang jauh lebih shaleh darimu. Begitu pula aku, jika aku saja yang tidak seutama ‘Aisyah tidak melakukan hal itu, apalagi ‘Aisyah yang jauh lebih mulia dariku. Jadi tidak mungkin mereka melakukannya.”
Dengan
logika Ummu Ayyub, terjawablah sudah kebohongan berita yang dihembuskan kaum
munafiqin terhadap keluarga Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.
Hikmah
di balik Kisah
Untuk
menjaga persatuan ummat Muslim, hendaknya ukhuwah itu dihiasi dengan sikap
berbaik sangka antara sesama muslim. Budaya klarifikasi (tabayyun) pun tidak
boleh kita tinggalkan. Contohnya, ketika ada berita buruk terkait saudari kita
sesama muslimah, janganlah kita mempercayainya apalagi menyebarkannya sebelum
kita menglarifikasinya lebih dalam. Karena jangan sampai kita berbuat fitnah
yang mencemarkan nama baik saudari kita. Kalaupun berita buruk itu adalah
benar, maka hendaknya, kita yang telah mendengarnya, mengunci mulut rapat-rapat
untuk menyembunyikan aib saudari kita kecuali kepada orang yang berhak dan
berkewajiban mendengarkannya. Wallahu
a’lam.
MPM UNHAS
0 komentar:
Posting Komentar