BUKAN SEMBARANG DZIKIR
Kategori: Tazkiyatun
Nufus
Dzikir merupakan salah satu ibadah yang
memiliki banyak keistimewaan, di antaranya: akan mendatangkan ketenangan bagi
para pelakunya. Sebagaimana ditegaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya,
“أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”.
Artinya: “Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah hati menjadi tenteram”. QS. Ar-Ra’du: 28.
Namun, yang kerap menjadi pertanyaan,
sudahkah dzikir yang kita lantunkan mendatangkan ketenangan batin? Jika belum,
barangkali dikarenakan kita baru asal berdzikir. Berikut beberapa kriteria
dzikir sempurna yang diharapkan akan membuahkan ketentraman hati:1
1. Dzikir yang banyak.
Dalil kriteria ini, antara lain: QS.
Al-Ahzab: 41. Batas minimal seorang bisa dikatakan telah banyak berdzikir
adalah: manakala dia rajin mengamalkan dzikir dan wirid yang telah ditentukan
momen-momennya dalam al-Qur’an dan Sunnah2. Adapun batas maksimalnya: lisan
seseorang senantiasa basah dengan dzikrullah dalam setiap kesempatan,
sebagaimana dijelaskan Allah ta’ala dalam QS. Ali Imran: 191.3
2. Dzikir yang memadukan
antara amalan lisan dan peresapan hati.
Maksudnya, dzikir yang dilantunkan
dengan lisan, berupa tasbîh, tahmîd, tahlîl, takbîr, istighfâr dan yang
lainnya, diiringi dengan peresapan makna yang dikandung dalam berbagai kalimat
mulia tersebut. Sehingga membuahkan perubahan perilaku seorang hamba menuju
kepada kebaikan. Dan inilah tingkatan dzikir yang paling tinggi.4
3. Dzikir yang mengiringi
seluruh amalan hamba.
Dzikir bukanlah suatu amalan tidak
mungkin digabungkan dengan amalan lainnya5. Bahkan dzikir bisa memasuki ranah
seluruh amalan; shalat, puasa, zakat, haji, amar ma’ruf nahi mungkar dan ibadah
lainnya. Justru manakala amalan tersebut dipadukan dengan dzikir, maka amalan
tersebut akan melesat menuju puncak kualitasnya yang tertinggi6.
Maksud kriteria ketiga ini: manakala seorang hamba melakukan amal ibadah apapun ia tidak lupa untuk berdzikir alias mengingat Allah, dan menghadirkan keikhlasan niat di dalamnya.
Maksud kriteria ketiga ini: manakala seorang hamba melakukan amal ibadah apapun ia tidak lupa untuk berdzikir alias mengingat Allah, dan menghadirkan keikhlasan niat di dalamnya.
4. Dzikir yang sesuai dengan
tuntunan syariat.
Alangkah mengherankan praktek sebagian
kalangan yang dengan rutin membaca wirid dan hizib yang sama sekali tidak ada
dalilnya dari al-Qur’an dan Sunnah, padahal masih banyak dzikir
yang jelas-jelas ada tuntunannya belum mereka amalkan.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
mengingatkan,
“مَنْ عَمِلَ
عَمَلًا لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ”.
“Barang siapa yang melakukan suatu
amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak”. HR.
Muslim (III/1344 no 1718).
Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, MA
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Disarikan dari
beberapa referensi, antara lain: Fath al-Bâry karya Imam Ibn
Rajab (III/48), Fath al-Bâry karya al-Hafizh Ibn Hajar
(XI/251-252) dan Tajrîd al-Ittibâ’ fî Bayân Asbâb Tafâdhul al-A’mâlkarya
Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaily (hal. 31-32).
[3] Cermati: Ibid (hal.
614 dan 128) dan Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’an karya
al-Îjî (hal. 176).
Dari artikel Bukan Sembarang Dzikir — Muslim.Or.Id by null
0 komentar:
Posting Komentar