ABU SA'ID AL-HASAN bin ABIL HASAN AL-BASHRI
Beliau adalah Abu Sa’id al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri,
salah satu imam tabi’in terkemuka yang ucapan hikmahnya menyerupai
perkataan seorang nabi, seorang yang kafah dan rupawan yang telah
menghabiskan seluruh umurnya untuk ilmu dan amal.
Nama ayah beliau adalah al-Yasar maula Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu sahabat pilihan dan penulis wahyu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara itu, ibu beliau adalah Khoiroh maula Ummul Mukminin Ummu Salamah radhiallahu ‘anhu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau lahir di masa Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu, tepatnya dua tahun terakhir beliau menjadi khalifah.
Kelahiran al-Hasan sangat menggembirakan Ummu Salamah radhiallahu ‘anha bahkan sang ibunda (Khoiroh) menyerahkan kepada Ummu Salamah radhiallahu ‘anha untuk memberikan nama pada anaknya. Ummu Salamah radhiallahu ‘anhu pun memberi nama dengan nama yang beliau senangi, al-Hasan. Ummu Salamah radhiallahu ‘anha
begitu sangat mencintai al-Hasan sehingga takala sang ibu keluar untuk
memenuhi hajat ummul mukminin, maka beliaulah yang mengasuh, mendiamkan
tangisnya bila ia menangis, bahkan ia menyusuinya. Karena besarnya kasih
sayang Ummu Salamah radhiallahu ‘anha kepada al-Hasan hingga air susunya keluar membasahi kerongkongannya sehingga Ummu Salamah radhiallahu ‘anha
menjadi ibu susuan al-Hasan setelah sebelumnya ia adalah ibu bagi
seluruh kaum muslimin. Maka tinggallah ia di bawah kepengasuhan. Ummu
Salamah radhiallahu ‘anha salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling banyak ilmunya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kurang lebih sebanyak 387 hadis telah ia hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau adalah seorang wanita yang mampu baca tulis sejak masa jahiliah
sehingga al-Hasan kelak akan menjadi seorang pemuda yang gagah, rupawan,
dan pemberani yang akan mewarisi warisan nubuwwah berupa ilmu dan amal.
Demikian pula kegembiraan itu tampak pada keluarga Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu karena al-Yasar adalah orang yang sangat ia cintai.
Setelah al-Hasan mencapai usia baligh, ia dan keluarganya pindah ke Bashrah sehingga ia dikenal sebagai al-Hasan al-Bashri.
Al-Imam AAdz-Dzahabi berkata, “Al-Hasan adalah seorang pemuda yang tampan, gagah, dan pemberani.”
Pujian Ulama Kepada Hasan al-Bashri
Setelah al-Hasan tumbuh menjadi seorang pemuda. Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kecerdasan kepadanya, maka beliau menimba ilmu kepada para sahabat kibar (senior) seperti Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdillah, Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan sejumlah sahabat kibar lainnya radhiallahu ‘anhum.
Dengan kemapanan ilmu dan kesungguhan dalam ibadah hal itu semakin
menambah keutamaan bagi al-Hasan. Sehingga tidak heran bila Qotadah
mengatakan, “Al-Hasan adalah orang yang paling mengetahui tentang halal
dan haram.”
Abu Burdah berkata, “Tidaklah aku melihat seorang yang lebih serupa dengan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibanding beliau.”
Humaid bin Hilal berkata, “Suatu hari Abu Qotadah berwasiat kepada
kami, “Tekunilah Syaikh ini, karena aku tidak melihat seorang yang
pendapat-pendapatnya lebih mirip dengan pendapatnya Umar selain beliau.”
Anas bin Malik berkata, “Bertanyalah kalian kepada al-Hasan, karena beliau selalu ingat tatkala kami lupa.”
Potret Ibadah Beliau
Ibrahim bin Isa al-Yaskuri berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang selalu berada dalam kesedihan (takut akhirat ed.) kecuali al-Hasan. Aku tidak melihatnya melainkan seperti seorang yang baru terkena musibah.”
As-Surri bin Yahya berkata, “Adalah al-Hasan selalu berpuasa bidh,
puasa pada bulan-bulan haram (mulia), demikian juga puasa Senin dan
Kamis.”
Dari Syu’aib ia berkata, “Aku pernah melihat al-Hasan tengah membaca
Alquran sedang ia menangis sampai mengalir air matanya membasahi
jenggotnya.”
Sikap Beliau Terhadap Fitnah
Di kala itu, kepemimpinan kaum muslimin jatuh ke tangan seorang
pemimpin zalim, al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi. Karena kezalimannya
banyak kaum muslimin yang dibunuh secara zalim. Sebagian orang tidak
sabar melihat kekejaman dan kezaliman pemimpin mereka itu di saat mereka
seharusnya memberikan ketaatannya kepada kholifah kaum muslimin. Di
antara mereka adalah sebagian kelompok yang dipimpin oeh Ibnu Asy’ats
yang tengah merekrut dan menyusun kekuatan untuk mengkudeta pemimpin
mereka al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi. Di tengah gejolak fitnah besar
yang merata semacam itu, seorang muslim akan diuji siapakah di antara
mereka yang tetap berada dalam jalan selamat yang ditunjukkan oleh
syariat dan tampaklah orang-orang yang tidak sabar lalu meninggalkan
syariat. Oleh karena itu, mari kita menimba ilmu dari seorang alim
tabi’in tentang bagaimana sikap seorang muslim dalam menghadapi fitnah.
Dari Sulaiman bin Ali ar-Rab’i ia berkata, “Tatkala terjadi fitnah
Ibnu Asy’ats yang hendak meemrangi al-Hajjaj, pergilah Uqbah bin Abdil
Ghafir, Abul Jauza, dan Abdullah bin Ghlalib untuk menemui al-Hasan dan
meminta fatwa kepada beliau. Mereka memerangi seorang thaghut ini
(al-Hajjaj bin Yusuf, pen.) yang telah menumpahkan
darah yang haram untuk ditumpahkan, dan merampas harta yang haram untuk
dirampas, telah meninggalkan shalat, dan telah melakukan ini dan itu…’
(Mereka menyebutkan semua tindak-tanduk dari al-Hajjaj bin Yusuf). Lalu
al-Hasan berkata, ‘Namun, aku berpendapat kalian jangan memeranginya.
Karena kalaulah ia adalah suatu hukuman untuk kalian, maka sekali-kali
kalian tidak akan mampu menolak hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan pedang-pedang kalian, namun bila ia adalah musibah dan ujian untuk kalian, maka bersabarlah sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan hukum kepada kalian dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
adalah sebaik-baik yang memutuskan hukum.’ Namun, mereka tidak
menggubris perkataan al-Hasan bahkan mengatakan, ‘Apakah kita akan
menaati perkataan keledai liar itu..!? (Hajaj)’ Mereka pun tetap nekad
keluar bersama Ibnu Asy’ats hingga akhirnya mereka terbunuh semua.”
Beliau juga mengatakan, “Seandainya manusia tatkala diuji dari sisi
pemimpinnya mereka mau bersabar, tentu mereka akan mendapat jalan
keluarnya. Namun, mereka begitu tergesa-gesa menghunus pedang-pedang
mereka. Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidaklah mereka datang dengan membawa kebaikan.”
Beberapa Perkataan Mutiara Hasan al-Bashri
Dari Imran bin Khalid bahwa al-Hasan radhiallahu ‘anhu
pernah berkata, “Mukmin yang sesungguhnya adalah yang selalu merasa
sedih baik di kala pagi maupun sore, karena dia akan selalu di antara
dua rasa takut, antara dosa yang sebelumya telah ia perbuat sedang ia
tidak atahu apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala akan perbuat kepadanya dan ajal yang akan menjemputnya yang juga ia tidak tahu apa yang akan menimpanya dari kebinasaan.”
Dari Hazm bin Abi Hazm ia mengatakan, “Aku pernah mendengar al-Hasan
berkata, ‘Sungguh jelek dua sahabat ini yaitu dinar dan dirham, karena
keduanya tidak akan memberi manfaat kepadamu sampai keduanya berpisah
darimu’.”
Beliau juga mengatakan, “Tidaklah seorang yang memuliakan dirham kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menghinakannya.”
Dari Zuraik bin Abi Zuraik ia berkata bahwa al-Hasan pernah
mengatakan, “Sesungguhnya fitnah apabila datang maka akan diketahui oleh
setiap yang alim dan apabila ia lenyap baru diketahui oleh setiap yang
jahil.”
Wafatnya Beliau
Dari Abdul Wahid bin Maimun maulah Urwah bin Zubair radhiallahu ‘anhu
ia berkata, “Datang seorang kepada Ibnu Sirin seraya mengatakan, ‘Aku
bermimpi melihat seekor burung mengambil kerikilnya al-Hasan di masjid.’
Lalu Ibnu Sirin berkata, ‘Seandainya yang kamu ucapkan benar maka
berarti al-Hasan akan meninggal dunia.’ Tidak berselang lama lalu
meninggallah al-Hasan.”
Dari Hisyam bin Hassan, “Kami sedang duduk-duduk bersama Muhammad bin
Sirin pada sore hari di hari Kamis. Tiba-tiba datang seorang laki-laki
selepas shalat Asar seraya mengabarkan bahwa al-Hasan telah meninggal
dunia, maka Muhammad bin Sirin mendoakannya dan sepontan raut mukanya
berubah kemudian diam seribu basaha. Beliau tidak berbicara sampai
tenggelam matahari.”
Al-Hasan al-Bashri meninggal dunia pada bulan Rajab tahun 110 H dalam
usia 88 tahun. Jenazahnya disaksikan oleh semua orang. Ia dishalatkan
setelah selesainya shalat Jumat di Bashrah, dan orang-orang
berdesak-desakan sampai-sampai shalat Asar tidak ditegakkan di masjid
jami’ tersebut.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati al-Hasan
al-Bashri dengan rahmat yang luas dan memasukkan kita semuanya ke
surga-Nya yang tinggi yang buah-buahnya begitu dekat untuk diraih. Amin.
Mutiara Teladan
Beberapa teladan yang dapat kita petik dari imam besar ini di antaranya.
- Kegagahan dan ketampanan serta nasab bukanlah tolok ukur keutamaan seseorang. Ketakwaan, ilmu, dan amal seseorang itulah yang menjadi landasan penilaian keutamaan.
- Kewajiban rakyat adalah tetap wajib menaati pemimpinnya, sekalipun mereka berbuat zalim kepada kita, selama mereka tetap muslim dan melaksanakan shalat, karena hal itu membawa maslahat yang lebih umum, kecuali jika mereka melakukan kekufuran yang nyata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepada umatnya dalam mengahdapi pemimpin yang zalim: “Hendaklah kalian tetap mendengar dan taat kepada pemimpin sekalipun ia menzalimimu dan mengambil hartamu, maka tetaplah kalian wajib mendengar dan menaatinya,” (HR. Muslim)
- Sikap seorang mukmin tatkala terjadi fitnah adalah bersikap wara’ dan menjauhkan diri dari fitnah. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berwasiat kepada kita tentang hal ini dalam sabdanya,
“Sesungguhnya akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih utama
dari orang yang berdiri, dan orang yang berdiri lebih baik dari yang
berjalan, dan orang yang berjalan masih lebih baik dari yang memiliki
andi di dalamnya.” (HR. At-Tirmidzi: 4/486)
Maka jalan yang selamat tatkala terjadi fitnah adalah berusaha
menjauhkan diri dari fitnah sejauh-jauhnya dan jangan sekali-kali
menceburkan diri dalam fitnah tersebut karena hal itu berarti
kebinasaan. Wallahul muwaffiq.
Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 1 Tahun Kesebelas 1432 H
Artikel www.KisahMuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar